Ayo Miliki Saham di https://www.globallshare.com/id/2301281.html

Selasa, 08 Januari 2013

Kisah Lubdhaka Malam Siwa Ratri


Adakah diantara kita yang punya pertanyaaan didalam hati, kenapa hari Raya Siwa Ratri selalu diperingati ?
Jawabannya adalah, karena Siwa ratri jatuh pada sasih kepitu = 7.
Sasih Kapitu, merupakan hari suci bagi umat Hindu. Hari tersebut dikenal dengan nama Siwa Ratri atau Malam Siwa. Ratri berarti gelap, Dan bahkan malam itu adalah malam tergelap dibanding malam-malam lainnya. Sebutan umum umat di Bali "peteng pitu" atau peteng dedet, ini nebak-nebak saja.

Siwa ratri, mulanya dilakoni di India, lalu menyebar ke Nusantara.
Di India Siwa Ratri diperingati setiap bulan, dan ada 1 bulan diantaranya adalah Maha siwa ratri.
Lalu, mengapa di Nusantara hanya sekali saja yaitu pada peteng pitu atau padanannya pada Maha Siwa Ratri?
Apakah karena orang Nusantara baru belajar agama, jadi cukup sekali saja? Nah itu kisah dulu yang tidak perlu diungkit-ungkit lagi, kecuali untuk membuat kita menjadi semakin lebih sadar.
Pada Siwa Ratri, akan terasa lebih mudah dalam belajar upawasa dan jagra, karena dilakukan secara terbuka oleh banyak orang. jika sudah cukup terlatih, diharapkan kita juga mudah melakukan upawasa di hari lainnya, agar jadi semakin terbiasa dalam mendekatkan diri kepada Hyang Widhi.
Siwa Ratri dalam arti lain juga mengingatkan kita, bahwa hanya Hyang Widhilah yang bisa membersihkan kotoran/mala/beban dari kesalahan yang kita lakukan. Siwa Ratri bukan semata-mata terkait dengan proses membersihkan/ menyucikan badan yang fana yang umurnya hanya beberapa puluh tahun saja, tetapi membersihkan bagian-bagian diri kita yang umurnya entah sampai kapan, yang sudah sering bolak balik pakai badan manusia.
Kebanggaan karena bisa lulus dalam jagra dan upawasa, mungkin bisa berbuah keangkuhan, tetapi kelapangan dada, ketenangan bathin yang dirasakan tentu tidak dapat kita tunjukaan kepada orang lain. Merasakan ketenangan pikiran kedamaian hati kelapangan dada adalah jauh lebih berharga, daripada hanya menuntaskan lakon fisik semata

Siapa yg dipuja pada hari Raya Siwa Ratri?

Pada hari Siwa Ratri kita memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Siwa Mahadewa. Umat patut melaksanakan brata, meningkatkan kesucian rohani dan latihan mengekang hawa nafsu. Tujuannya agar memiliki daya tahan dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan di dunia ini. Terbebas dari berbagai godaan yang bisa menjerumuskan dan menyesatkan hidup, karena perbuatan menyimpang dari ajaran dharma.

Gelap bisa menakutkan dan menciutkan nyali bagi sebagian orang, tetapi sebagaian orang lagi gelap merupakan media dalam mendapatkan ketentraman batinnya. Dalam kegelapan malam ada keheningan kesunyian dan kedamaian, makanya mereka memburu gelap, termasuk malam siswa malam paling gelap sehari menjelang Tilem Kepitu.

Kisah Lubdaka

Adalah pemburu miskin yang berbahagia ( kalau kaya tentu dia jadi konglomerat kali). Dikatakan berbahagia, lantaran sekalipun dalam sehari-hari selalu melakukan tindakan sadis, melakukan pembunuhan binatang, tetapi bisa masuk surga sesudah meninggal.

Dari pandangan mata secara awam saja, tentu perbuatan membunuh, menghilangkan nyawa mahluk lain di luar tujuan yadnya, adalah berdosa. Misteri kematian dan perjalanan arwah Lubdhaka tidak banyak yang mengetahuinya. Pemburu tersebut dalam mitologi Hindu meniggal beberapa hari setelah Siwa Ratri lantaran menderita suatu penyakit. Istri dan anak-anaknya merasa kehilangan.

Apa yang dilakukan Lubdhaka sehingga memperoleh tiket masuk surga setelah mati?

Suatu hari lelaki itu seharian berburu, namun sama sekali tidak mendapat binatang buruan. Waktu itu jangankan ia berhasil memanah seekor binatang untuk dibawa pulang, melihat bayangan binatang saja tidak. Sangat apes hari itu perjalanan Lubdhaka sebagai pemburu profesional.

Dalam kehampaan, jengkel bercampur lelah fisik karena lapar dan Lubdhaka memutuskan tidak pulang menemui istri dan anak-anak kesayangannya. Dengan perasaan pasrah dan nekat ia memutuskan bermalam di hutan seorang diri.

Waktu itu sebagai pemburu ia tidak memiliki motip lain, bertahan di hutan. Kecuali satu harapannya, malam itu ia akan menemukan binatang dan berhasil memanahnya untuk dibawa pulang. Ia memilih berdiam di sebuah pohon dekat telaga yang airnya sangat bening.

Lubdhaka boleh saja berharap, namun kenyataannya sampai tengah malam yang sunyi senyap hasilnya tetap nihil. Malah dalam malam gelap ia dilanda ketakutan. lantas Lubdhaka memilih memanjat sebuah pohon yang lumayan rindang, antisipasinya supaya terhindar dari sergapan binatang buas. Untuk menahan kantuknya ia memetik satu persatu daun dahan pohon yang dia tidak tahu pohon apa itu. Ternyata malam saat Lubdhaka menginap di hutan adalah Malam Siwa (Siwa ratri), yakni malam payogan Hyang Siwa.

Dimana dibawah pohon tempatnya memanjat ada sebuah telaga dan perwujudan Siwa beryoga. Pohon yang dinaiki adalah pohon Bilwa. Daun Bilwa yang dipetiknya itu dibuang ke telaga dibawahnya yang ternyata mengenai patung Siwa. Karena takut jatuh otomatis ia harus tetap terjaga (jagra) sampai pagi (begadang sampai pagi). Aktivitas Lubdhaka malam itulah mendapat pahala dari Hyang Siwa, hingga ia berhak masuk sorga, padahal kejadian ini adalah ketidak sengajaan.

Aktivitasnya itu sama nilainya dengan puasa, menahan haus, lapar, tidak tidur dan menahan nafsu-nafsu lainnya. Dalam perjalanan sang roh dialam kematian sempat menjadi rebutan, antara penguasa neraka dan surga. Terjadilah tarik menarik kedua belah pihak sebelum datang Hyang Siwa yang melerai dan menentukan dia harus dibawa kemana, apakah ke hotel Sorga atau Neraka.

Bagaimana Pandangan kita secara Hindu ?

Perjalanan Lubdhaka sebagai pemburu sampai masuk sorga cukup kontroversial.

Malahan di kalangan umat Hindu sendiri hal ini masih menjadi masalah yang patut untuk didiskusikan, pantaskah seorang Lubdhaka yang melakukan pembunuhan terhadap sarwa buron ini mendapatkan pengampunan hanya karena melakukan kegiatan begadang semalam suntuk sampai pagi.

Jaman sekarang malah banyak generasi muda merayakan Siwa Ratri, berpacaran dipinggir laut bergelap-gelapan, kita tidak tahu apakah tangannya memetik daun, karena tidak ada daun Bilwa yang ada bulu bilwa, he he nah ketoang nden malu sing tawang gumi care janine.

Lalu bagaimana bagi yang begadang tangannya sambil memegang sampeyan cekian ? Apakah bisa masuk sorga ? Tentu tiada larangan bagi siapa saja yang mau masuk sorga silahkan....

Selamat menyambut hari raya Siwa Ratri 10 Januari 2013, semoga bisa masuk sorga...