Adakah diantara kita yang
punya pertanyaaan didalam hati, kenapa hari Raya Siwa Ratri selalu
diperingati ?
Jawabannya adalah, karena
Siwa ratri jatuh pada sasih kepitu = 7.
Sasih Kapitu, merupakan
hari suci bagi umat Hindu. Hari tersebut dikenal dengan nama Siwa
Ratri atau Malam Siwa. Ratri berarti gelap, Dan bahkan malam itu
adalah malam tergelap dibanding malam-malam lainnya. Sebutan umum
umat di Bali "peteng pitu" atau peteng dedet, ini
nebak-nebak saja.
Siwa ratri, mulanya
dilakoni di India, lalu menyebar ke Nusantara.
Di India Siwa Ratri
diperingati setiap bulan, dan ada 1 bulan diantaranya adalah Maha
siwa ratri.
Lalu, mengapa di
Nusantara hanya sekali saja yaitu pada peteng pitu atau padanannya
pada Maha Siwa Ratri?
Apakah karena orang
Nusantara baru belajar agama, jadi cukup sekali saja? Nah itu kisah
dulu yang tidak perlu diungkit-ungkit lagi, kecuali untuk membuat
kita menjadi semakin lebih sadar.
Pada Siwa Ratri, akan
terasa lebih mudah dalam belajar upawasa dan jagra, karena dilakukan
secara terbuka oleh banyak orang. jika sudah cukup terlatih,
diharapkan kita juga mudah melakukan upawasa di hari lainnya, agar
jadi semakin terbiasa dalam mendekatkan diri kepada Hyang Widhi.
Siwa Ratri dalam arti
lain juga mengingatkan kita, bahwa hanya Hyang Widhilah yang bisa
membersihkan kotoran/mala/beban dari kesalahan yang kita lakukan.
Siwa Ratri bukan semata-mata terkait dengan proses membersihkan/
menyucikan badan yang fana yang umurnya hanya beberapa puluh tahun
saja, tetapi membersihkan bagian-bagian diri kita yang umurnya entah
sampai kapan, yang sudah sering bolak balik pakai badan manusia.
Kebanggaan karena bisa
lulus dalam jagra dan upawasa, mungkin bisa berbuah keangkuhan,
tetapi kelapangan dada, ketenangan bathin yang dirasakan tentu tidak
dapat kita tunjukaan kepada orang lain. Merasakan ketenangan pikiran
kedamaian hati kelapangan dada adalah jauh lebih berharga, daripada
hanya menuntaskan lakon fisik semata
Siapa yg dipuja pada hari Raya Siwa Ratri?
Pada hari Siwa Ratri kita
memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Siwa Mahadewa. Umat patut
melaksanakan brata, meningkatkan kesucian rohani dan latihan
mengekang hawa nafsu. Tujuannya agar memiliki daya tahan dalam
menghadapi berbagai tantangan kehidupan di dunia ini. Terbebas dari
berbagai godaan yang bisa menjerumuskan dan menyesatkan hidup, karena
perbuatan menyimpang dari ajaran dharma.
Gelap bisa menakutkan dan
menciutkan nyali bagi sebagian orang, tetapi sebagaian orang lagi
gelap merupakan media dalam mendapatkan ketentraman batinnya. Dalam
kegelapan malam ada keheningan kesunyian dan kedamaian, makanya
mereka memburu gelap, termasuk malam siswa malam paling gelap sehari
menjelang Tilem Kepitu.
Kisah Lubdaka
Adalah pemburu miskin
yang berbahagia ( kalau kaya tentu dia jadi konglomerat kali).
Dikatakan berbahagia, lantaran sekalipun dalam sehari-hari selalu
melakukan tindakan sadis, melakukan pembunuhan binatang, tetapi bisa
masuk surga sesudah meninggal.
Dari pandangan mata
secara awam saja, tentu perbuatan membunuh, menghilangkan nyawa
mahluk lain di luar tujuan yadnya, adalah berdosa. Misteri kematian
dan perjalanan arwah Lubdhaka tidak banyak yang mengetahuinya.
Pemburu tersebut dalam mitologi Hindu meniggal beberapa hari setelah
Siwa Ratri lantaran menderita suatu penyakit. Istri dan anak-anaknya
merasa kehilangan.
Apa yang dilakukan
Lubdhaka sehingga memperoleh tiket masuk surga setelah mati?
Suatu hari lelaki itu
seharian berburu, namun sama sekali tidak mendapat binatang buruan.
Waktu itu jangankan ia berhasil memanah seekor binatang untuk dibawa
pulang, melihat bayangan binatang saja tidak. Sangat apes hari itu
perjalanan Lubdhaka sebagai pemburu profesional.
Dalam kehampaan, jengkel
bercampur lelah fisik karena lapar dan Lubdhaka memutuskan tidak
pulang menemui istri dan anak-anak kesayangannya. Dengan perasaan
pasrah dan nekat ia memutuskan bermalam di hutan seorang diri.
Waktu itu sebagai pemburu
ia tidak memiliki motip lain, bertahan di hutan. Kecuali satu
harapannya, malam itu ia akan menemukan binatang dan berhasil
memanahnya untuk dibawa pulang. Ia memilih berdiam di sebuah pohon
dekat telaga yang airnya sangat bening.
Lubdhaka boleh saja
berharap, namun kenyataannya sampai tengah malam yang sunyi senyap
hasilnya tetap nihil. Malah dalam malam gelap ia dilanda ketakutan.
lantas Lubdhaka memilih memanjat sebuah pohon yang lumayan rindang,
antisipasinya supaya terhindar dari sergapan binatang buas. Untuk
menahan kantuknya ia memetik satu persatu daun dahan pohon yang dia
tidak tahu pohon apa itu. Ternyata malam saat Lubdhaka menginap di
hutan adalah Malam Siwa (Siwa ratri), yakni malam payogan Hyang Siwa.
Dimana dibawah pohon
tempatnya memanjat ada sebuah telaga dan perwujudan Siwa beryoga.
Pohon yang dinaiki adalah pohon Bilwa. Daun Bilwa yang dipetiknya itu
dibuang ke telaga dibawahnya yang ternyata mengenai patung Siwa.
Karena takut jatuh otomatis ia harus tetap terjaga (jagra) sampai
pagi (begadang sampai pagi). Aktivitas Lubdhaka malam itulah mendapat
pahala dari Hyang Siwa, hingga ia berhak masuk sorga, padahal
kejadian ini adalah ketidak sengajaan.
Aktivitasnya itu sama
nilainya dengan puasa, menahan haus, lapar, tidak tidur dan menahan
nafsu-nafsu lainnya. Dalam perjalanan sang roh dialam kematian
sempat menjadi rebutan, antara penguasa neraka dan surga. Terjadilah
tarik menarik kedua belah pihak sebelum datang Hyang Siwa yang
melerai dan menentukan dia harus dibawa kemana, apakah ke hotel Sorga
atau Neraka.
Bagaimana Pandangan kita
secara Hindu ?
Perjalanan Lubdhaka
sebagai pemburu sampai masuk sorga cukup kontroversial.
Malahan di kalangan umat
Hindu sendiri hal ini masih menjadi masalah yang patut untuk
didiskusikan, pantaskah seorang Lubdhaka yang melakukan pembunuhan
terhadap sarwa buron ini mendapatkan pengampunan hanya karena
melakukan kegiatan begadang semalam suntuk sampai pagi.
Jaman sekarang malah
banyak generasi muda merayakan Siwa Ratri, berpacaran dipinggir laut
bergelap-gelapan, kita tidak tahu apakah tangannya memetik daun,
karena tidak ada daun Bilwa yang ada bulu bilwa, he he nah ketoang
nden malu sing tawang gumi care janine.
Lalu bagaimana bagi yang
begadang tangannya sambil memegang sampeyan cekian ? Apakah bisa
masuk sorga ? Tentu tiada larangan bagi siapa saja yang mau masuk
sorga silahkan....
Selamat menyambut hari
raya Siwa Ratri 10 Januari 2013, semoga bisa masuk sorga...