Ayo Miliki Saham di https://www.globallshare.com/id/2301281.html
Tampilkan postingan dengan label Mengenal Tuhan dalam diri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mengenal Tuhan dalam diri. Tampilkan semua postingan

Jumat, 01 Februari 2013

Mengenal Tuhan Dalam Diri

Amatlah penting bila kita telah mengenali siapa diri kita sebenarnya? Apa lebihnya dan apa kurangnya? Bila kita belum mengenali diri kita maka akan sia-sia waktunya untuk mencari Tuhan dan mustahil akan bertemu dengan Tuhan. Keberadaan Tuhan sangatlah gaib, beliau tiada wujud disebut awyakta. Ada sloka gita mengatakan demikian : “ Beribu-ribu orang menuju kepada_Ku, hanya satu orang saja yang sampai pada_Ku, dan yang sampai itupun tidak tahu akan diri_Ku” Bila berpegang pada sloka tersebut diatas, rasanya tiada harapan untuk menemukan Tuhan, lalu apakah kita tetap masih mau mencari Tuhan ? Sebelumnya Kenali dulu diri kita sebagai mahluk Tuhan. Walaupun kita telah melangkah jauh dalam rangka pencarian Tuhan, namun tidaklah keliru bila kita menata ulang lagi langkah berikutnya, agar langkah kita lebih terarah akan lebih baik bila kita mengenali diri sendiri terlebih dahulu. Kata pepatah lama, kalau tak kenal maka tak sayang, kalau tak sayang maka tak cinta. Sebagai manusia normal, tentu kita pasti menyayangi dirinya sendiri, bila terasa kotor maka akan segera mandi, bila sakit akan segera berobat kedokter, bila lapar segera berusaha mencari makanan dan seterusnya. Semua kegiatan tersebut tadi belumlah berarti mengenali dirinya sendiri, itu hanyalah sebatas menyayangi raganya yang berwujud material, sedangkan sang diri belum mendapatkan pelayanan yang sesungguhnya. Kita tahu bahwa manusia terdiri dari Jiwa dan Raga, sehingga dalam lagu Kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan syair “ Bangunlah Jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia raya” Syair tersebut bila direnungkan, hindu banget…….ini bahasa gaul anak muda, pokoknya hindu banget deh. Pengarang lagu tersebut sastrawan sejati, karena mampu membuat syair dari lubuk hati yang paling dalam sebagai stana Hyang Widhi Wasa. Beliau berstana dihati setiap makluk sebagai pusat kehidupan. Lalu Siapa diri saya sebenarnya ? Bila ingat lagu taman kanak-kanak tempo dulu, yang syairnya sbb :“ Dua mata saya, hidung saya satu, satu mulut saya tidak berhenti makan”. Kalau dijabarkan lebih lengkap bahwa seluruh anggota badan ini adalah milik saya, lalu saya-nya yang mana ? Dari renungan pertanyaan tersebut yang pasti menyiratkan bahwa ada obyek lain yang menyebut dirinya “Saya”. Inilah sang jati diri yang belum kita kenal sesungguhnya, kita akui bahwa selama hidup ini sangat jarang bahkan adakalanya belum pernah memberi makan sang jati diri ini sebagai diri saya sendiri, dan bukan badan ini. Ia adalah sumber hidup, walapun kita lalai memberi makan, dia tetap setia memberi hidup kepada badan ini. Badan ini sering mendapat perhatian istimewa, namun bagi sang diri adalah sebaliknya. Dari hal demikian maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kita belum mengenali dirinya sendiri sehingga lupa memberi perhatian kepadanya, ini bukan karena tidak mau, hanya saja belum kenal. Didalam raga ini ada jiwa, sat terkecil didalam jiwa adalah Atman yaitu seberkas sinar suci Paramaatman sebagai sumber energy utama yang memberikan kehidupan ini. Oleh karena itu “Saya” ini sebenarnya “Atman” itu tiada lain. Jika saya itu adalah Atman, lalu dimanakah Tuhan itu berada ? Kita mengenal Wyapi wyapaka nirwilkalpa. bahwa Tuhan itu berada disemua alam jagat raya ini dan segala isinya, Tuhan berada diluar sana, entah dimana kita tidak tahu karena diluar kemampuan manusia, inilah Acintya. Ida SangHyang Widi Wasa atau disebut Tuhan berada dialam semesta ini, itupun kita sendiri tidak mengetahuinya, apakah benar Tuhan ada disini?. Tuhan adalah Rohani, tiada berwujud walaupun berada dialam material, inilah yang disebut Awyakta, maha gaib, sangat misterius. Kepercayaan orang Hindu bahwa Tuhan berada di Padmasana, saat mereka melaksanakan suatu persembahyangan di Pura, ini keyakinan yang menjadi kebenaran. Ajaran agama kalau diyakini maka akan menjadi kebenaran, karena kebenaran bila diyakini itulah sumber Dharma sesungguhnya begitu tuntunan pada upanisad-upanisad. Para Yogi banyak yang melaksanakan bertapa ke gunung atau ke tengah hutan, apakah hal ini dalam rangka mencari Tuhan ? Bila kita ingat Catur Asrama, kegiatan seorang pertapa ini tiada lain adalah dalam menjalankan konsep wanaprasta sebagai tangga atau tahap berikutnya setelah melewati Grehasta. Mencari ketenangan, menjauhi hiruk pikuk kehidupan duniawi agar memperoleh rasa damai. Didalam rumahpun bila kita mandapatkan rasa damai juga sama halnya sebagai pertapa ketengah hutan, hanya saja akan lebih banyak gangguan dari pada di dalam goa, tengah hutan atau dipuncak gunung. Pendekatan kepada alam akan sangat membantu kita dalam proses mencari kedamaian, dalam konsep aduaita alampun adalah Tuhan. Kalau demikian berarti Tuhan berada diluar dan didalam diri ? Ibarat air laut yang diisikan ke sebuah gelas, keberadaan air tersebut terpisah namun sejatinya air itu adalah tetap sama sebagai air laut, begitulah hubungan antara Atman dengan Paramaatman. Kita meneguk air laut yang berada didalam gelas itu akan sama rasanya seperti air laut. Namun akan lebih mudah minum air digelas dari pada harus pergi kelaut. Sayur yang enak rasanya karena dalam bumbunya telah dicampur sejumput garam, kita ketahui bahwa garam bersumber dari air laut pula. Namun belum ada yang mengambil air laut untuk mencampur bumbu sayur, walapun dapurnya dekat laut tetap saja mencari garam, kenapa? Mungkin garam dianggap lebih bersih, mudah diambil, higenis dan sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Budaya Hindu di Bali yang berkaitan dengan tempat sembahyang tiap Desa diwajibkan memiliki Kayangan Tiga, yaitu Pura Puseh, Pura Dalem, dan Pura Desa. Konsep Budaya ini sesungguhnya mengusung pendidikan pencarian Tuhan diluar dan didalam diri. Empu Kuturan sangat wikan dalam menerapkan konsep kehidupan dalam wujud budaya bangunan suci, hanya makna dibalik itu sungguh luar biasa dan perlu dikupas bahasa filsafatnya. Nama pura tidak hanya sekedar nama, semua mengandung arti dan makna yang sangat dalam dan ilmiah, mari kita simak lebih lanjut. Pura Puseh artinya Pusar, dimana saat kita masih berwujud janin didalam kandungan dari Puseh_lah kita mendapat sumber kehidupan. Disaat itu Tuhan telah hadir di Pura Puseh, pura yang sesungguhnya berada didalam diri kita. Sehingga bila ada bayi yang sakit masuk angin, tutup pusernya dengan bawang merah dan daun Dapdap, ini adalah sebuah persembahan di Pura Puseh agar si Bayi cepat sembuh. Pura Dalem, sebutan Dalem adalah yang berada didalam diri, Jantung hati sebagai isi jeroan yang sangat vital dalam kehidupan ini. Tatkala ini Tuhan telah hadir didalam Hati kita, ring papusuh prana hira. Pura Desa, desa diartikan sebagai wilayah alam sekitar sebagai tempat bertumbuhnya segala macam pohon, tumbu-tumbuhan dan binatang lainnya. Ini semua sebagai pendukung kehidupan manusia untuk dijadikan makanan. Tuhan juga hadir di Desa memberikan kehidupan bagi semua yang tumbuh maupun berkembang Komunikasi dengan Tuhan melalui Suara Hati Jarang kita perhatikan isi hati kita sendiri dalam kondisi normal sehari-hari, namun adakalanya muncul suara hati yang menyelamatkan kita bila kita bisa membaca maksudnya dengan cermat. Ikuti kata hati begitu sering kita dengar dari orang-orang bijak atau orang tua kita. Tidak semua orang mampu mendengarnya, lalu bagaimana bisa mengikutinya. Untuk mengerti akan suara hati, kita hendaknya bisa membaca selalu tanda tandanya hal ini sering disebut Kleteg ati dalam bahasa Balinya. Ini adalah kemampuan alami yang dimiliki setiap orang, karena beliau ada didalamnya. Bagaikan naluri, ada rasa, keinginan, niat dan sejenisnya namun tanpa dipengaruhi oleh Rajas-Tamas, betul-betul Satwam. Penguasaan Satwika dalam diri, kita akan mampu membaca, mengikuti suara hati. Ada orang yang terhindar saat terjadi Bom Bali di Kuta sekitar tahun 2001, dia sudah menuju kedaerah tersebut, namun tiba-tiba muncul rasa tidak nyaman dan ingin balik haluan dan kembali pulang, padahal sewaktu berangkat, sangat antusias mau kesana. Hatinya berdegup kencang begitu mendengar berita bahwa telah terjadi ledakan bom yang amat sangat dahsyat dilokasi yang ingin dikunjunginya itu. Inilah salah satu kehadiran Tuhan didalam diri kita. Atau kita ingin pergi kesuatu daerah tetapi mempunyai rasa keragu-raguan, itu pertanda suara hati, lebih baik jangan diteruskan, dan kleteg hati lainnya. Lalu kenapa ada orang yang menjadi korban, apakah tidak ada Tuhan didalam dirinya? Itulah, karena tidak semua orang yang mampu membaca suara hatinya sendiri, maka dari itu biasakan membaca selalu suara hati dalam diri. Walaupun demikian, kehadiran kita di Pura sebagai tempat suci tentu memiliki nilai tersendiri, karena telah dipaparkan bahwa adanya Pura Puseh, Pura Dalem dan Pura Desa. Pura Jagatnata dan pura lainnya termasuk dalam kriteria Pura Desa memiliki makna agar kita senantiasa sadar dan sujud bhakti kehadapan beliau yang telah menciptakan jagatraya ini. “Astungkara”, semoga Ida SangHyang Widi Wasa memberikan pencerahan kepada seluruh umatnya agar kita menjadi umat yang selalu berbakti kepada Tuhan, kepada diri sendiri, kepada Orang Tua kita, Keluarga dan masyarakat sekitar kita. Mogi Rahayu lan Shanti